Logo Saibumi

Film Squid Game Simulasi Ngeri Kehidupan Kapitalisme

Film Squid Game Simulasi Ngeri Kehidupan Kapitalisme

Saibumi.com (SMSI), Bandar Lampung - Film yang tengah di gandrungi publik, Squid Game ternyata memiliki alur cerita yang dinilai oleh sejumlah pengamat.

 

Dosen Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea Universitas Indonesia, Eva Latifah, menjelaskan pasar satir mengenai kapitalisme yang terkandung dalam serial Squid Game. Hal itu disebut Eva akan terlihat bila penonton memahami cerita secara utuh.

BACA JUGA: Kericuhan Laga Tinju PON Papua: Tak Terima Keputusan Wasit, Petinju DKI Jakarta Berakhir Baku Hantam Diluar Ring

 

"Sekarang yang dihadapi orang-orang Korea ini.. sekarang kan kapitalisme nih, dan kapitalisme itu melahirkan satu hal yang sebetulnya kadang-kadang tidak manusiawi yang kemudian kita bisa lihat dalam drama ini," kata Eva dalam program CNN Indonesia Connected, baru-baru ini.

 

Dalam film tersebut ada alur yang mengharuskan pemain melewati tangga penghubung ini terinspirasi dari sebuah karya seni buatan seniman grafis asal Belanda, Maurits Cornelis Escher, berjudul Relativity.

 

Escher membuat karya ini dengan membayangkan sebuah dunia di mana gravitasi tidak ada. Penggunaan referensi dari karya ini juga secara implisit menyampaikan bahwa dunia Squid Game adalah tempat di mana hal-hal yang ‘manusiawi’ tidak diterapkan, seperti hilangnya rasa keprimanusiaan dalam setiap permainan.

 

Sebanyak 456 peserta diminta mengikuti enam permainan anak-anak Korea Selatan dengan taruhan nyawa.

 

Peserta yang berhasil memenangkan enam permainan itu akan mendapat hadiah uang sebesar 45,6 miliar won. Besaran hadiah tersebut didapat dari nyawa setiap peserta yang dihargai sebesar 100 juta won kemudian dikali 456 peserta.

 

Hadiah yang ditawarkan membuat peserta rela melakukan apa saja dan menghalalkan segala cara. Bahkan mereka tidak segan membunuh peserta lain, kalau tidak demikian mereka akan dibunuh.

 

Bukan hanya itu, peserta Squid Game juga bisa meninggal karena peraturan permainan. Dalam sejumlah permainan peserta akan ditembak mati bila kalah atau tidak berhasil memenuhi peraturan permainan tersebut.

 

Eva sadar banyak orang yang mengkritik serial ini terlalu keras karena menyajikan adegan-adegan sadis. Namun sebenarnya ada pesan tersembunyi di balik adegan yang dipenuhi tumpah darah itu.

 

"Sebenarnya yang ingin disampaikan oleh sutradara dan penulis adalah bahwa ini kapitalisme pada satu sisi mungkin bisa membuat negara menjadi maju. Tapi di sisi lain menimbulkan suatu masalah secara kemanusiaan," katanya.

 

BACA JUGA: Kericuhan Laga Tinju PON Papua: Tak Terima Keputusan Wasit, Petinju DKI Jakarta Berakhir Baku Hantam Diluar Ring

#

Saibumi.com

merupakan portal berita Indonesia, media online Indonesia yang fokus kepada penyajian berbagai informasi mengenai berita online Indonesia baik dalam bentuk news (berita), views (artikel), foto, maupun video.

Newsletter Saibumi

BERLANGGANAN BERITA