Logo Saibumi

Mahasiswa FEB Unila Desak Pembubaran Mahepel dan Tuntut Keadilan atas Dugaan Kekerasan yang Tewaskan Pratama

Mahasiswa FEB Unila Desak Pembubaran Mahepel dan Tuntut Keadilan atas Dugaan Kekerasan yang Tewaskan Pratama

Suasana unjuk rasa mahasiswa FEB Universitas Lampung yang menuntut keadilan untuk korban kekerasan pada kegiatan pendidikan dasar (diksar) mahasiswa pecinta alam (mahapel), Rabu (28/05/2025). Foto: Kristin/Saibumi.com

Saibumi.com (SMSI), Bandar Lampung Aksi protes mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung terus bergulir terkait dugaan kekerasan dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mahepel), yang diduga menyebabkan meninggalnya salah satu peserta, Pratama Wijaya Kesuma.

Aksi yang telah berlangsung sejak Senin itu digelar oleh aliansi mahasiswa FEB Menggugat, dengan mengusung tujuh poin tuntutan. Tuntutan utama menyoroti dugaan kekerasan fatal yang dialami Pratama dalam kegiatan Diksar Mahepel pada 10–14 November 2024 di kawasan Kaki Gunung Betung, Desa Lahat.

“Kami tekankan bahwa yang kami perjuangkan bukan hanya soal fasilitas atau transparansi anggaran, tapi menyangkut nyawa kawan kami,” ujar Zidan selaku koordinator lapangan (korlap) dalam wawancara bersama awak media, Rabu (28/05/2025) di depan gedung Rektorat Universitas Lampung.

Menurut keterangannya, almarhum Pratama mulai mengalami penurunan kesehatan sejak mengikuti kegiatan tersebut. Ia mengalami penyiksaan fisik, seperti ditendang di perut dan dada, dipukul, dan dipaksa push-up. Bahkan disebutkan bahwa karena sangat haus dan tidak diperbolehkan minum, Pratama sampai menenggak cairan spirtus.

“Pratama juga sempat mengalami pembengkakan pembuluh darah di kepala dan tumbuh tumor kecil di otak. Itu diagnosis dari hasil pemeriksaan medis,” jelasnya.

Dalam kegiatan tersebut, total ada enam korban, dua di antaranya mengalami cedera serius. Salah satu korban lainnya bahkan mengalami pecah gendang telinga dan memutuskan mengundurkan diri dari kampus. Sementara empat lainnya mengalami luka fisik di bagian siku, perut, dan kaki, serta trauma psikologis yang mendalam.

“Mereka takut bertemu senior. Mereka bahkan diancam, kalau bicara, bisa hilang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, mahasiswa menyebut dugaan keterlibatan pimpinan kampus dalam menutupi kasus ini. Menurut mereka, pihak dekanat memerintahkan korban membuat grup diskusi yang kemudian dimanfaatkan untuk meminta korban menandatangani surat pernyataan agar tidak menuntut kasus tersebut. Bahkan, keluarga Pratama diminta ‘mengikhlaskan’ kepergiannya.

“Ada tekanan agar kasus ini diselesaikan secara diam-diam. Bahkan mediasi dilakukan secara tertutup antara Mahafel, dekanat, dan korban,” ujar Zidan.

Terkait laporan ke polisi, sempat ada surat pengaduan yang diajukan ibu korban. Namun, atas permintaan almarhum yang merasa terancam, laporan tersebut ditarik kembali. Biodata pribadi korban, termasuk alamat dan nomor telepon keluarga, sudah diketahui oleh para pelaku.

Kegiatan Diksar itu disebut berlangsung tanpa diperbolehkannya peserta membawa alat elektronik, termasuk smartwatch, sehingga tidak ada dokumentasi langsung dari korban. Mereka juga dipaksa berjalan kaki selama 15 jam dari Teluk Betung ke lokasi kegiatan di Gunung Betung.

“Dugaan kekerasan ini sudah seperti pola. Kami temukan bahwa hal serupa terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Ada yang sampai dirawat di puskesmas,” bebernya.

Mahasiswa menuntut agar organisasi Mahepel dibubarkan dan pihak dekanat yang memberi izin kegiatan dievaluasi. Mereka juga berharap Rektor Universitas Lampung turun tangan langsung, mengevaluasi organisasi mahasiswa yang dianggap melakukan tindakan militaristik.

“Kami hanya ingin korban dilindungi dan kampus bertindak. Salah satu korban bahkan setelah aksi kemarin, langsung dicari-cari oleh seniornya,” ucap Zidan.

Aksi ini akan terus digelar hingga ada kejelasan sikap dari pihak kampus. Jika tidak ada tanggapan, mereka akan membawa isu ini ke ruang publik dan media massa lebih luas.

“Kami sudah menyiapkan bukti. Sayangnya, waktu aksi di dekanat 26 Mei 2025 lalu, mereka memilih keluar dan menghindar. Bukti belum sempat dibuka,” tutupnya.

BACA JUGA: FEB Unila Siap Tindaklanjuti Dugaan Kekerasan Diksar Mahepel, Asal Ada Laporan Resmi

Saibumi.com

merupakan portal berita Indonesia, media online Indonesia yang fokus kepada penyajian berbagai informasi mengenai berita online Indonesia baik dalam bentuk news (berita), views (artikel), foto, maupun video.

Newsletter Saibumi

BERLANGGANAN BERITA